Assalamu'alaikum Wr.Wb.
Oleh : KH. Abu Nashir**
Demi
Allah, cerita yang saya sampaikan ini adalah benar adanya. Bukan cerita fiktif
atau sesuatu yang mengada-ngada. Tujuannya agar pembaca khususnya para
pengemban dakwah dapat semakin istiqomah dan bersemangat dalam memperjuangkan
tegaknya Syariah dan Khilafah. Perkenalkan,
nama saya Abu Nashir. Saya asli kelahiran Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur. Saya
sudah dua belas tahun merantau ke Kalimantan dan menetap di Desa Karang Mulya,
Kecamatan Pangkalan Banteng, Kabupaten Kotawaringin Barat, Propinsi Kalimantan
Tengah. Saya aktif sebagai aktivis HTI Kecamatan Pangkalan Banteng sejak 2007.
Sehari-hari saya berprofesi sebagai pengasuh Ponpes Darul Hikam, Pangkalan
Banteng. Pendidikan agama saya dapatkan ketika nyantri di Ponpes Lirboyo
Kediri, Jawa Timur.
Saya memiliki
8 orang saudara dan 2 di antaranya sudah meninggal dunia. Yang bungsu bernama
Muhammad Za’far An Nuh (19 tahun). Ketika masih duduk di bangku SD, Za’far
sering disiksa secara fisik oleh seorang teman satu sekolah sampai kelas enam
akhir. Karena fisiknya lemah (memang karakternya yang pendiam dan tertutup), Za’far
tidak bisa membela diri. Meski demikian, Za’far tetap berjanji dalam hatinya
bahwa kalau teman yang menyiksa itu meminta maaf kepadanya pasti Za’far
memaafkanya dengan setulus hati. Kenyataannya, sampai lulus SD, teman tersebut
tidak pernah meminta maaf kepada Za’far.
Ketika duduk di kelas 1 MTs PSM Kedungombo, Kecamatan Tanjunganom, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, gejala-gejala munculnya kemampuan supranatural mulai nampak dalam diri Za’far. Diawali dengan sering munculnya bisikan hatif (suara tanpa wujud) yang menyuruh Za’far untuk menjalankan sebuah “lelaku” tertentu. Begitu Za’far selesai melakukan satu “lelaku”, muncul kembali hatif yang meminta Za’far melakukan “laku” yang lain. Begitu seterusnya. Dan itu terjadi dengan sendirinya sampai Za’far mendapatkan kekuatan supranatural yang sangat jarang dimiliki orang lain.
Ketika duduk di kelas 1 MTs PSM Kedungombo, Kecamatan Tanjunganom, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, gejala-gejala munculnya kemampuan supranatural mulai nampak dalam diri Za’far. Diawali dengan sering munculnya bisikan hatif (suara tanpa wujud) yang menyuruh Za’far untuk menjalankan sebuah “lelaku” tertentu. Begitu Za’far selesai melakukan satu “lelaku”, muncul kembali hatif yang meminta Za’far melakukan “laku” yang lain. Begitu seterusnya. Dan itu terjadi dengan sendirinya sampai Za’far mendapatkan kekuatan supranatural yang sangat jarang dimiliki orang lain.
Di
antara kekuatan supranatural itu, Za’far bisa membaca pikiran (hati)
teman-temannya yang sedang membencinya dan mengetahui alasan kenapa teman teman
membenci dirinya secara detail. Dia juga mampu melihat (menerawang) peristiwa
yang akan terjadi pada masa mendatang. Sebagai contoh, dia melihat dinding atas
(layar atap bagian luar) masjid di desanya roboh ketika menjalankan sholat
Jum’at dan menimpa sejumlah jamaah serta beberapa kendaraan. Padahal secara
kasat mata pada saat itu kondisi masjid masih utuh. Hal tersebut kemudian
disampaikan kepada sang ayah. Mendengar ucapan Za’far, ayah kami tidak merespon
dan hanya mengatakan,”Kuwi jenenge laduni.” (Itu namanya laduni). Artinya, ilmu
yang didapat secara langsung tanpa melalui proses belajar. Ternyata, satu bulan
kemudian apa yang di-“lihat” Za’far menjadi kenyataan. Mulai saat itulah,
Za’far akhirnya semakin penasaran dan mendalami ilmu supranatural yang
dimiliki. Masih banyak contoh kemampuan supranatural lainnya yang tidak bisa
kami ceritakan satu persatu.
Lulus
dari MTs pada tahun 2006/2007, Za’far ingin nyantri di ponpes yang masih berada
di Kabupaten Nganjuk untuk mempelajari ilmu agama dan pengobatan alternatif
menggunakan herbal dan pijat syaraf. Setelah selesai nyantri di sebuah ponpes
di Ngajuk, Za’far pindah belajar agama ke salah satu pesantren di Kabupaten
Tegal, Propinsi Jawa Tengah. Di pesantren tersebut, Za’far bermaksud mencari
guru ngaji sekaligus guru spiritual supaya nantinya ketika suara hatif tersebut
muncul sang gurulah yang memutuskan apakah dilaksanakan atau tidak bisikan
tersebut.
Selama berada
di pesantren itu, kemampuan supranatural yang dimiliki Za’far semakin meningkat
karena mendapat dukungan ustadz di pesantren setempat. Di antaranya, Za’far
memiliki kemampuan hipnotis, bisa menghilang dan berpindah-pindah tempat hanya
dalam hitungan detik.
Puncaknya, dia
dengan mudah mendapatkan ilmu tasawuf sampai pada level wihdatul wujud dengan
sendirinya tanpa dipandu oleh siapapun. Pada level ini, Za’far kembali mendapat
bisikan kuat yang menjelaskan bahwa wihdatul wujud sebenarnya bukanlah
“manunggaling kawulo marang gusti” (bersatunya makhluk dengan Khaliq), tetapi
yang benar adalah mengamalkan syariat Islam secara total dalam seluruh aspek
kehidupan.
Dari sinilah
Za’far mulai merenung dan mengoreksi diri. Pada satu sisi, dia mendalami ilmu
tasawuf. Pada sisi lain, juga melihat fakta umat yang aktivitasnya banyak
bertentangan dengan syariah Islam. Dalam hati, Za’far mulai bertanya-tanya,
“Apakah mungkin cinta seorang hamba diterima oleh-Nya sedangkan umat terus
dalam kerusakan yang sangat parah?”. Alhamdulillah, dari sini Za’far mendapat
pencerahan dan bertekad kuat untuk melepas dan membuang ilmu supranatural yang
pernah dipelajarinya.
Za’far juga
bertekad untuk berperan aktif memikirkan nasib umat, tetapi masih bingung
karena belum memiliki fikrah yang jelas. Untuk membuang ilmu tersebut, Za’far
membutuhkan bantuan tiga orang ustadz dan alhamdulillah berhasil. Bisikan fakta
umat itu semakin kuat hingga memaksa Za’far untuk pindah ke pesantren Tahfidzul
Quran guna memperdalamnya dan masih berada di wilayah administrasi Kabupaten
Tegal. Di sisi lain, keinginan untuk mempelajari Syariat Islam semakin kuat.
Pada titik
ini, Za’far menerima cobaan berupa sakit kepala yang luar biasa di kepala
bagian kiri. Rasanya seperti ada benda tajam di dalamnya, semakin hari rasa
sakitnya tambah parah hingga sempat terhenti akvitasnya tahfidz Qur`annya
beberapa bulan. Setelah diperiksa secara medis, dokter memvonis Za’far
terserang semacam penyakit syaraf pada kepala dan untuk mengobatinya harus
dengan jalan dioperasi.
Setelah itu,
kami keluarga yang ada di Kalimantan menyarankan agar Za’far dibawa ke
Kalimantan tempat kami menetap di Desa Karang Mulya, Kabupaten Kotawaringin
Barat. Kebetulan saya pernah kursus Thibbun Nabawi (pengobatan ala Nabi).
Setelah saya terapi sekitar dua minggu, ternyata sakitnya semakin parah dan dia
sering pingsan karena tidak kuat menahan rasa sakit yang luar biasa.
Akhirnya kami
memutuskan untuk membawa Za’far ke Thibbun Nabawi El Iman Bogor Cabang
Banjarmasin, Kalimantan Selatan selama satu hari satu malam. Begitu tiba di
Banjarmasin, pada pagi hari, Za’far diruqyah oleh para ustadz di sana, namun
tidak ada reaksi hanya bau yang sangat busuk yang menyelimuti tubuh Za’far
sedangkan yang lain tidak merasakan.
Kemudian
sekitar pukul 20.00 waktu setempat, Za’far kembali diruqyah. Hasilnya, Za’far
kesurupan, meraung dan berteriak keras sehingga kami berlima kewalahan dalam
menenangkan Za’far. Dalam kondisi kesurupan, jin dalam tubuh jafar melontarkan
sejumlah perkataan antara lain tidak terima kalau Za’far bisa menghafalkan Al
Quran dan meminta pihak keluarga untuk menghentikan aktivitas hafalan Quran
Za’far.
Setelah kurang
lebih dua jam mengamuk hingga pukul 23.00 waktu setempat, Za’far tersadar.
Kemudian oleh sang terapis, Za’far disuruh mengambil air wudhu dan segera
tidur. Kemudian Za’far tidur ditemani salah seorang kakaknya (adik saya yang
lain), yaitu Ayyub di salah satu ruang ruqyah. Saya sendiri tidak bisa tidur
dan memilih duduk di ruang tunggu. Jarak antara tempat tidur Za’far dan tempat
saya duduk sekitar 20 meter dan dipisahkan oleh lorong panjang.
Tak berselang
lama, saya terkejut bukan kepalang karena tiba-tiba Za’far sudah berdiri di
belakang saya dalam kondisi kerasukan. Kemudian terjadilah dialog antara kami
berdua (Kode AB : Abu Nashir, MZA : Muhammad Za’far An Nuh).
AB : Nuh…
(saya memanggil nama Za’far dengan suara merendah)
MZA : Nama
saya bukan An Nuh. Nama saya Ubaid.
AB : Siapapun
kamu, saya minta kamu duduk. (saya ucapkan dengan nada datar).
(MZA akhirnya
duduk dan menundukkan kepala. Hening sejenak. Kemudian MZA mengangkat kepala
sambil mengacungkan tangan kanan ke atas dan berkata dengan lantang begini )
MZA : Ini
semua gara-gara Hizbut Tahrir ! Sebetulnya anak ini (MZA) sudah lama mencari
pemahaman yang benar tentang Syariat Islam namun tidak menemukannya. Setelah di
Kalimantan, dia bertemu Hizbut Tahrir dan akhirnya menemukan apa yang telah di
carinya. Maka ini semua tidak boleh terjadi! (teriak MZA dengan nada yang tinggi).
AB : Kenapa
kamu menyalahkan Hizbut Tahrir. Apa yang kamu tahu tentang Hizbut Tahrir ?
MZA : Kamu kok
tahu dengan Hizbut Tahrir? (Dia balik bertanya). Gara-gara Hizbut Tahrir kami
bangsa jin di seluruh dunia luluh lantak dan saya tidak terima. Kami pada saat
ini bangsa jin merapatkan barisan untuk menghalang-halangi tegaknya syariah dan
khilafah.
AB : Apa lagi
yang kamu tahu dari Hizbut Tahrir ?
MZA : Hizbut
Tahrir itu akan membangunkan umat Islam dari tidur panjangnya, mengingatkan
kembali sejarah kejayaan Islam selama 1.300 tahun dan akan menyatukan umat
Islam di seluruh dunia. Dan itu sebentar lagi. Namun, semua itu tidak boleh
terjadi !
AB : Kenapa
tidak boleh terjadi ?
MZA : Karena
kami bangsa jin akan susah mencari teman dari kalangan manusia.
(Karena saya ketakutan, saya lari ke lorong dan membangunkan Ayyub yang sedang tertidur agar menjadi saksi. Kemudian kami kembali ke ruang tunggu dan menghampiri Za’far yang masih dalam kondisi kerasukan).
(Karena saya ketakutan, saya lari ke lorong dan membangunkan Ayyub yang sedang tertidur agar menjadi saksi. Kemudian kami kembali ke ruang tunggu dan menghampiri Za’far yang masih dalam kondisi kerasukan).
AY (Ayyub) :
Sudah, kamu keluar (dari tubuh Za’far) aja. Kasihan Za’far kecapekan belum
tidur.
MZA : Saya mau
keluar asalkan ada perjanjian. Syaratnya, kamu harus menghalang-halangi anak
ini agar tidak menghafalkan Al Quran, Sebab, ketika dia hafal Al Quran dan
mendakwahkan syariah. Maka seluruh ulama se-Jawa Timur akan hancur (maksudnya
sadar dan memperjuangkan tegaknya Syariah).
AY : Tidak ada
perjanjian antara manusia dan Jin. Siapa yang menyuruh kamu ? (AY berkata
dengan nada tegas)
MZA : Yang
menyuruh saya, ya jin , ya manusia.
AY : Kamu
Islam atau bukan?
MZA : Saya
Islam.
AY : Kalau
kamu Islam, coba baca syahadat.
MZA : Asy..
asy.. asy…. (berkata dengan nada yang terputus-putus)
AY : Bohong
kamu ! Kalau kamu memang benar Islam, cepat baca syahadat !
MZA : Asyahadu
an Laa Ilaha Illa llah
AY : Teruskan
! (MZA kemudian menjulurkan lidahnya).
AY : Teruskan
!
MZA : Wa
Asyhadu anna Muhammadarasulullah
(Usai membaca
syahadat, MZA kemudian menangis dan meneteskan air mata sambil berkata).
MZA :
Sebetulnya saya sudah mau pergi. Tapi pergi kemana? Kami sudah membangun rumah
di kepala anak ini lebih dari setahun. Sekarang rumah ini sudah dihancurkan.
AY : Tidakkah
kau tahu bahwa bumi Allah itu luas?
AB : Sudah,
jangan banyak bicara. Pergi aja!
(MZA kembali
menangis sambil berkata)
MZA : Saya
tetap tidak bisa menerima tegaknya syariah dan khilafah.
AB : Kenapa
kemarin tidak ikut ngaji? (ada satu forum kajian HTI di masjid Al Muhajirin,
Pangkalan Banteng yang seharusnya dihadiri MZA).
MZA :
Sebetulnya anak ini sudah mau ngaji. Namun, saya halang-halangi karena anak ini
tidak boleh mengikuti kajian Hizbut Tahrir. Akhirnya, dia nggak jadi ngaji kan?
Menang saya kan ? (dia bertepuk tangan sambil tertawa ha..ha..ha..)
AB : Siapapun
kamu, kamu harus pergi hari ini dan ketahuilah bahwa Syariah dan Khilafah janji
Allah. Dan itu pasti akan terjadi ! (katanya dengan suara lantang).
MZA : Jangan!
Jangan katakan itu ! Tolong..tolong..! (katanya sambil teriak).
AB : Kamu
adalah mahluk lemah. Kalau kamu tidak segera bertaubat, kamu segera diazab oleh
Allah. Kalau kamu tidak percaya, datangkanlah semua jin untuk
menghalang-halangi tegaknya Syariah dan Khilafah. Pasti kalian tidak akan
mampu. Karena itu janji Allah.
MZA : Jangan…!
Jangan katakan itu ! Jangan..! Panas..! (katanya sambil teriak). Ya sudah, saya
pergi saat ini juga.
Seketika,
Za’far lemas dan jatuh lunglai ke lantai dan tertidur. Sejenak saya (Abu
Nashir) dan Ayyub membiarkan tubuh Za’far yang terkulai lemas di lantai. Tak
lama berselang, keduanya membangunkan Za’far untuk kembali istirahat ke dalam
kamar.
Pagi harinya,
Za’far terbangun dan kepalanya terasa ringan. Sakitnya pun sudah mulai
berkurang. Bakda Shubuh, kami berpamitan dengan para terapis. Sebelum pulang,
kami meminta para terapis meruqyah sekali lagi untuk memastikan rasa sakit
Za’far sudah sembuh atau belum.
Alhamdulillah,
setelah beberapa kali diruqyah, tidak ada reaksi dan Za’far dalam keadaan
normal. Akhirnya, terapis bertanya kepada Za’far. (Kode T : Terapis)
T : Apakah
sebelumnya pernah mimpi buruk ?
MZA : Tidak
pernah bermimpi, kecuali dua hari sebelum ke sini. Sekitar jam 02.00 dini hari.
Saya bermimpi bertemu dengan Rasulullah dan Rasulullah duduk di dalam masjid
dan dikelilingi oleh lima orang satu di antaranya saya. Posisi saya tepat
berada di depan Rasulullah.
T : Berlima
itu siapa saja ?
MZA : Saya
tidak kenal kecuali satu orang, yaitu teman saya di Tahfidzul Quran.
T : Apa yang
disampaikan Rasulullah kepada kalian ?
MZA : Saya
tidak hapal saking banyaknya pesan yang disampaikan Rasulullah. Namun, garis
besarnya beliau mengajarkan saya tentang Thariqul Iman (dalam hati saya
berfikir,”lho kok sama penjelasannya, seperti kakak saya tentang Thariqul Iman
dari kitab Nizhamul Islam?”). Rasulullah menjelaskan alam semesta, manusia dan
kehidupan. Di baliknya ada Allah sebagai Pencipta dan setelahnya ada Yaumul
Hisab. Selain itu, Rasulullah menjelaskan tentang keterkaitan antara sebelum,
saat, dan setelah kehidupan ada hubungan perintah dan larangan. Setelah beliau
menjelaskan tentang Thariqul Iman akhirnya saya terbangun dari tempat tidur
saya.
Selesai
berdialog, kami pun pamit kembali ke Desa Karang Mulya.
Sebagai
informasi tambahan, hingga kini Za’far sudah hafal Al Qur`an 20 juz dan
alhamdulillah dalam kondisi sehat wal afiat. [ ]
= = = =
*Diceritakan
langsung oleh KH Abu Nashir dan Ustadz Ayyub pada hari Senin, 24 Oktober 2011
ba’da Isya. Ditulis ulang oleh Ustadz Andri
Saputra, aktivis HTI Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah. Diedit oleh KH M Shiddiq Al Jawi.
Saputra, aktivis HTI Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah. Diedit oleh KH M Shiddiq Al Jawi.
** KH Abu
Nashir, pengasuh Ponpes Darul Hikam Pangkalan Banteng, Kotawaringin Barat,
Kalimantan Tengah. Alumnus Ponpes Lirboyo Kediri.
Aktivis HTI Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah.
Aktivis HTI Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah.
SUMBER : https://penapenakecil.wordpress.com/tag/jin-pun-gentar-kepada-hizbut-tahrir-sebuah-kisah-sejati/