Assalamu'alaikum Wr.Wb.
[Al-Islam
edisi 791, 18 Rabiul Akhir 1437 H – 29 Januari 2016 M]
Akhir-akhir
ini nama Gafatar (Gerakan Fajar Nusantara) mencuat dan menimbulkan kehebohan,
terutama setelah dari berbagai daerah bermunculan laporan warganya pergi ke
Kalimantan untuk bergabung dengan Gafatar. Banyak warga yang anggota
keluarganya hilang merasa was-was jika keluarganya bergabung dengan Gafatar.
Banyak dari mereka mendatangi sekretariat Gafatar. Namun,
sekretariat-sekretariat itu sudah kosong ditinggalkan penghuni dan pengurus
Gafatar. Isu Gafatar itu akhirnya berpuncak dengan meletusnya pembakaran camp
Gafatar di Mempawah oleh massa pada Selasa (19/1) silam. Warga eks Gafatar
diusir agar meninggalkan Mempawah. pemerintah akhirnya memutuskan untuk memulangkan
warga eks Gafatar ke daerah asalnya.
Kapolri
Jenderal Pol. Badrodin Haiti di DPR (25/1) mengatakan Kepolisian tengah mendata
eks Gafatar yang berada di Kalimantan Barat. “Tindak lanjut penanganannya
melakukan pendataan dan memfasilitasi proses pemulangan eks Gafatar saat ini
yang terdata di Kalimantan Barat sebanyak 4.010 jiwa, terdiri dari 907
laki-laki, 632 perempuan dan 2.471 anak-anak,” jelas Badrodin (Viva.co.id,
25/1).
Siapa Gafatar?
Menurut
Kapolri Jenderal Badrodin Haiti, Gafatar berawal dari gerakan Al-Qiyadah
al-Islamiyah yang dipimpin Ahmad Mushadeq (DetikNews, 25/1).
Tim
Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat (Pakem), yang terdiri atas sejumlah
lembaga negara, melakukan investigasi untuk menyelidiki dugaan penyimpangan
ajaran yang dilakukan Gafatar. “Kami telah meneliti kegiatan Gafatar selama
sebulan terakhir dan kami menilai itu ajaran menyimpang,” tutur Wakil Ketua Tim
Pakem Adi Toegarisman saat konferensi pers di Kejagung, Kamis, 21 Januari 2016
(Tempo.co, 21/1).
Dari
hasil investigasi tersebut, Pakem mendapatkan tiga alasan yang mendasari
anggapan bahwa ajaran Gafatar menyimpang. Pertama: Gafatar dinilai menyebarkan
ajaran Islam dan sejumlah agama lain dengan cara menyatukan berbagai agama
menjadi satu kepercayaan. Kedua: Gafatar merupakan metamorfosis dari Komunitas
Millah Abraham (Komar). Sebelumnya, organisasi tersebut juga merupakan
metamorfosis dari organisasi Al-Qiyadah al-Islamiyah. Organisasi tersebut telah
dilarang sejak 2007 dengan keputusan Jaksa Agung RI nomor: KEP-116/A/JA/11/2007
tentang Larangan Kegiatan Aliran dan Ajaran Al-Qiyadah al-Islamiyah di seluruh
Indonesia yang didasarkan pada Fatwa MUI. Ketiga: Ajaran Gafatar mempercayai
Ahmad Mushadeq sebagai Al-Masih Al’Maw’ud, Mesias (juru selamat) yang
dijanjikan menggantikan Nabi Muhammad saw.
Penyebab
Banyak
faktor yang membuat orang bergabung dengan Gafatar. Di antara faktor yang
menonjol adalah masih lemahnya pengetahuan masyarakat tentang Islam. Akibatnya,
orang bisa terpengaruh dengan Gafatar dan ajarannya meski menyimpang dari
Islam.
Faktor
lain adalah kondisi dan kesulitan ekonomi yang diderita rakyat. Mayoritas
pengungsi eks Gafatar yang dipulangkan melalui Pelabuhan Tanjung Emas Semarang
mengaku motivasi mereka bergabung dengan ormas tersebut hanya karena ingin bertani.
Untuk itu sebagian dari mereka rela menjual rumah dan kendaraan agar bisa
memiliki modal untuk sewa lahan dan menyokong kehidupan di Mempawah, Kalimantan
(Liputan6.com, 25/1).
Kapolres
Lamongan AKBP Trisno Rachmadi menyebutkan pengikut Gafatar yang menjadi sasaran
adalah warga pelosok desa dan rata-rata dengan kondisi ekonomi relatif lemah.
Mereka dijanjikan ditampung di rumah-rumah dengan diberi jaminan kecukupan
finansial.
Selain
itu, Gafatar bisa terus berkembang dan merekrut banyak orang karena pemerintah
tidak tegas. Padahal sejak awal pemerintah telah mencium indikasi penyimpangan
Gafatar. Andai pemerintah tegas sejak awal, tentu tidak perlu terjadi kehebohan
seperti saat ini.
Kemunculan
Gafatar dan berbagai aliran sesat lainnya—termasuk berbagai penistaan terhadap
Islamdan simbol-simbolnya—menunjukkan bahwa negara tidak sungguh-sungguh
menjaga akidah Islam. Hal itu karena negara saat ini dibangun di atas asas
sekularisme yang memisahkan urusan negara dengan agama. Urusan agama dan
keyakinan dianggap sebagai urusan pribadi. Negara tidak boleh turut campur.
Karena itulah aliran sesat hanya akan diproses jika ada pengaduan dari
masyarakat atau jika sudah menimbulkan masalah serius di masyarakat. Kalaupun
dilakukan penindakan maka itu bukan untuk menjaga dan melindungi akidah Islam,
tetapi untuk menjaga keamanan dan kestabilan.
Menuntaskan Masalah
Persoalan
ini harus segera diselesaikan dengan tuntas. Jika terbukti menyimpang dan
sesat, Gafatar harus segera dilarang, dibubarkan organisasinya dan seluruh
aktivitasnya dihentikan.
Warga
eks Gafatar harus dibina agar kembali pada Islam (rujû’ ilâ al-haqq). Kepada
mereka harus dijelaskan dan dibantah penyimpangan-penyimpangan ajaran Gafatar.
akidah dan ajaran Islam yang benar harus dijelaskan kepada mereka dengan
disertai argumentasi dan bukti, dengan mengaktifkan akal pikiran mereka dan
melibatkan perasaan mereka, sehingga akidah dan ajaran Islam itu tertanam kuat
pada diri mereka.
Mereka
juga harus difasilitasi dan dibantu untuk bisa membangun kehidupan yang baru.
Harta benda mereka yang ditinggalkan di Kalimantan harus dikembalikan kepada
mereka dan tidak boleh dirampas oleh siapapun termasuk oleh negara.
Para
pengurusnya dan yang menyebarkan ajaran yang menyimpang itu harus ditindak dan
dihukum. Penyimpangan ajaran mereka dengan tetap mencatut Islam jelas merupakan
penistaan terhadap Islam. Jika terbukti, mereka harus dihukum berat. Tidak
menutup kemungkinan di dalam operasi organisasi ini juga terjadi eksploitasi
ekonomi terhadap orang-orang yang terjerat bergabung di dalamnya.
Selain itu, dalam
jangka panjang harus diusahakan agar masalah seperti itu tidak terus muncul dan
berulang. Problem mendasar yang menjadi faktor terulangnya masalah ini adalah
karena negara tidak berperan menjadi penjaga akidah Islam. Sebabnya, negara
saat ini dibangun di atas asas sekularisme, pemisahan agama dari negara dan
pengaturan kehidupan.
Hanya
jika negara dibangun di atas landasan akidah Islam dan menerapkan syariah
Islam, masalah aliran sesat, penyimpangan dari Islam dan penistaan terhadap
Islam tidak akan muncul. Dalam perspektifIslam, salah satu tugas utama
pemerintah adalah membina, menjaga dan melindungi akidah umat dari segala
bentuk penyimpangan, pendangkalan dan pengaburan serta penodaan. Negara wajib
secara terus-menerus membina keislaman seluruh rakyat. Negara wajib mengajarkan
dan mendidik masyarakat tentang akidah dan ajaran Islam baik melalui pendidikan
formal maupun informal. Bahkan hal itu menjadi salah satu tugas utama negara
menurut Islam. Ketika akidah umat kuat dan mereka paham ajaran Islam yang
benar, mereka tidak akan terjerumus dalam ajaran sesat.
Di
sisi lain, penerapan syariah Islam dalam ekonomi akan bisa mewujudkan
pemerataan kekayaan secara adil. Melalui hukum-hukum Islam tentang kepemilikan
harta, tentang pengembangan kepemilikan dan pengembangan harta serta hukum
tentang pendistribusian kekayaan di tengah masyarakat, Islam akan mampu
mewujudkan pemerataan kesejahteraan kepada seluruh rakyat. Jika masyarakat
sejahtera, orang tentu tak akan terjerumus ke dalam aliran sesat akibat faktor
ekonomi.
Dari
sisi penegakan hukum, syariah akan bisa menghentikan pelaku penistaan terhadap
Islam dan penyebar aliran sesat sehingga mereka kembali pada kebenaran dan jera
tidak akan melakukannya lagi. Para ulama dan fukaha sepakat bahwa hukuman bagi
penghina Islam adalah hukuman mati jika dia tidak mau bertobat. Jika dia
bertobat maka dia tak dihukum mati, tetapi tetap bisa dijatuhi sanksi sebagai
‘pelajaran’ kepada dia sesuai dengan ketetapan khalifah atau qadhi, dengan
memperhatikan tingkat penghinaannya. Hukuman yang tegas itu akan bisa memberi
efek jera kepada pelakunya dan akan mencegah orang lain untuk melakukan hal
yang sama.
Penyimpangan
dan kesesatan bisa menyebabkan pelakunya murtad/keluar dari Islam. Misalnya,
dengan menolak kewajiban shalat lima waktu, puasa, Haji, dsb; meyakini ada nabi
setelah nabi Muhammad saw; meyakini masih ada wahyu setelah al-Quran dan
sebagainya. Pelakunya—jika tidak mau bertobat kembali pada Islam dan
meninggalkan keyakinan itu—dihukum mati. Rasul saw. bersabda:
« مَنْ بَدَّلَ دِيْنَهُ فَاقْتُلُوْهُ»
Siapa
yang mengganti agamanya (murtad) maka bunuhlah (HR al-Bukhari, an-Nasai, Abu
Dawud, at-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad).
Semua
itu akan bisa menuntaskan masalah aliran sesat yang tidak bisa dituntaskan
dalam sistem saat ini. Semua itu hanya bisa terwujud jika syariah islamiyah
diterapkan secara menyeluruh dan formal melalui kekuasaan negara. Hal itu hanya
bisa diwujudkan di bawah sistem pemerintahan Islam, yaituKhilafah Rasyidah ‘ala
minhaj an-nubuwwah. Itulah yang harus diperjuangkan oleh semua komponen umat
Islam agar segera terwujud nyata di tengah kehidupan. WalLâh a’lam bi
ash-shawâb.
0 komentar:
Posting Komentar